Proyek Swakelola Sdn Prampelan 1 Mencuat Dana Ratusan Juta Diduga Tak Dikerjakan Oleh P2sp

Proyek Swakelola Sdn Prampelan 1 Mencuat Dana Ratusan Juta Diduga Tak
12-Nov-2025 | sorotnuswantoro Biro Demak Jateng

Demak Jateng, sorotnuswantoro.com — Proyek revitalisasi SDN Prampelan 1, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak Jawa Tengah, mendadak menjadi sorotan publik. Bantuan pemerintah tahun anggaran 2025 senilai Rp832.347.996 yang diwajibkan dikerjakan melalui swakelola P2SP justru diduga beroperasi dengan pola yang jauh berbeda dari pedoman resmi.

Di atas kertas, pelaksana proyek adalah Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) SDN Prampelan 1. Namun di lapangan, yang terlihat yang mengerjakan bukan panitia sekolah ( P2SP ) melainkan CV Cahaya Muda Karangawen, sebuah perusahaan yang sama sekali tidak tercantum dalam mekanisme swakelola tipe ini.

Temuan ini langsung melahirkan tanda tanya besar:

Bagaimana mungkin proyek yang seharusnya dikerjakan oleh pihak internal sekolah justru ditangani perusahaan?

Siapa yang memberi izin,

dan mengapa mekanisme swakelola yang dirancang untuk menjamin kualitas justru tampak dikesampingkan.

Sumber warga menyebut keberadaan CV tersebut bukan sekadar “membantu”, tetapi bertindak seperti pelaksana penuh. Jika benar demikian, maka skema swakelola berubah total menjadi proyek kontraktual, sesuatu yang tidak dibenarkan dalam pedoman bantuan revitalisasi satuan pendidikan.

Publik pun mulai menduga adanya pengambilan keputusan yang tidak transparan.

Apakah P2SP hanya dijadikan tameng formalitas.

Apakah pihak sekolah sengaja mengalihkan pekerjaan demi “kemudahan”, atau ada motif lain yang tidak ingin dibuka ke permukaan.

Hingga kini, pihak sekolah belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait keberadaan CV tersebut di lokasi proyek. Dinas Pendidikan Kabupaten Demak pun belum memberikan klarifikasi terbuka yang dapat meredakan kegaduhan.

Padahal, pengelolaan dana negara hampir Rp 1 miliar bukan urusan sepele.

Kualitas bangunan sekolah dipertaruhkan.

Transparansi publik dipertaruhkan.

Integritas pengelolaan dana pendidikan dipertaruhkan.

Jika dugaan penyimpangan mekanisme ini terbukti, maka persoalan tidak berhenti pada kualitas bangunan, tetapi berpotensi memasuki wilayah pelanggaran administrasi bahkan indikasi kerugian negara.

Masyarakat kini mendesak Inspektorat, Dinas Pendidikan, hingga APH untuk melakukan pemeriksaan terbuka.

Proyek pendidikan harus terang benderang, bukan menjadi labirin gelap yang membingungkan publik.

Kasus ini belum selesai.

Dan jawaban resmi dari pihak sekolah maupun pemerintah daerah kini ditunggu dengan napas tajam oleh warga Sayung dan publik Demak.

( Windi )

Tags